Di ujung utara Pulau Bunguran, tepat di antara hamparan alam Desa Teluk Buton, terbentang sebuah keajaiban alam yang memikat—Tanjung Datuk. Tempat ini bukan hanya sekadar tanjung, melainkan titik batas terluar Indonesia yang menghadap langsung ke perairan luas Laut Natuna Utara.

Sesampainya di Tanjung Datuk, pengunjung akan disambut oleh tebing-tebing batu purba berwarna cokelat keemasan yang berpadu harmonis dengan birunya laut. Ombak menghantam batu dengan lembut, menghasilkan suara alami yang menenangkan jiwa. Di antara celah batu, tumbuh tanaman khas Natuna seperti kantong semar (suyut) yang memperkaya kekayaan hayati tempat ini.

Tanjung Datuk juga merupakan bagian dari kawasan Geopark Natuna. Jejak sejarah bumi tersaji begitu jelas, menjadikannya lokasi sempurna untuk wisata alam, edukasi geologi, maupun fotografi alam liar.

Di waktu pagi atau menjelang senja, tanjung ini menghadirkan panorama matahari terbit dan terbenam yang menakjubkan, seolah mengajak siapa pun yang datang untuk merenung dalam diam akan kebesaran ciptaan-Nya.

Bukan hanya alamnya, Tanjung Datuk juga menyimpan cerita rakyat. Warga setempat mempercayai legenda cinta terlarang antara Tanjung Datuk dan Tanjung Senubing—sebuah kisah yang memperkaya budaya lisan masyarakat Natuna.

Akses menuju lokasi cukup menantang namun menyenangkan. Dari Desa Teluk Buton, perjalanan dilanjutkan dengan kendaraan hingga ke batas jalan, lalu trekking ringan menyusuri jalan setapak menuju tanjung. Namun rasa lelah itu akan langsung terbayar lunas dengan pesona yang tersaji di hadapan mata.

Tanjung Datuk bukan hanya ujung negeri. Ia adalah lambang kekuatan alam, kebanggaan lokal, dan wujud nyata kecantikan Natuna yang belum tersentuh banyak tangan. Tempat yang patut dikunjungi, dijaga, dan diceritakan kepada dunia.